kopi robusta
Tanaman kopi siap panen

Beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian (Kementan) berencana memperluas lahan kopi nasional menjadi 99.500 hektar pada 2026. Program ini diumumkan Plt. Dirjen Perkebunan, Abdul Roni Angkat, dan dikutip media seperti Kumparan, Liputan6, dan Majalah Hortus. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp 1,315 triliun (Rp 289 miliar 2025, Rp 1,025 triliun 2026) dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT).

Kementan menggandeng Starbucks melalui program TEKAD, yang mencakup distribusi 1 juta bibit unggul, pelatihan agronomi untuk petani, dan pengembangan kawasan kopi berkelanjutan.

Lahan akan tersebar di provinsi penghasil kopi utama:

Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, hingga Papua.

Potensi Keuntungan
– Produktivitas naik → ekspor kopi meningkat.
– Lapangan kerja baru di sektor perkebunan dan pengolahan.
– Nilai tambah melalui kemitraan dengan perusahaan global (Starbucks).
– Penguatan ekosistem kopi dengan bibit unggul dan pelatihan petani.

Kekhawatiran yang Mengiringi
1. Risiko Deforestasi
– Belum jelas status lahan (hutan, lahan tidur, atau kawasan lindung).
– Perluasan besar bisa mengancam keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem.

2. Dampak Sosial
– Petani kecil mungkin terpinggirkan jika lahan dikuasai korporasi besar.
– Distribusi keuntungan harus dipastikan berpihak pada petani lokal.

3. Overproduksi & Pasar
– Pasokan yang melonjak tanpa akses pasar yang memadai bisa menekan harga kopi di tingkat petani.

4. Kelestarian Lingkungan
– Budidaya intensif berisiko degradasi tanah, polusi pupuk/pestisida, dan tekanan air, terutama di wilayah kering.

Apa yang Harus Dilakukan?
– Transparansi Lahan: Kementan harus mempublikasikan status dan lokasi lahan yang akan dibuka.

– Perlindungan Petani: Skema kemitraan yang menjamin kepemilikan lahan dan pembagian keuntungan adil.
– Pengawasan Lingkungan: Asesmen dampak lingkungan (AMDAL) dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan.
– Penguatan Pasar: Buka akses ekspor dan pasar dalam negeri, hindari ketergantungan pada satu pembeli (Starbucks).

Perluasan lahan kopi bisa menjadi langkah maju bagi Indonesia, tapi hanya jika dijalankan dengan prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan transparansi. Pertanyaan utamanya bukan hanya “berapa hektar?” tapi lantas siapa yang benar-benar menikmati hasilnya?

Semoga program ini menjadi berkah bagi petani, lingkungan, dan kopi Indonesia yang mendunia

Sembari menunggu hasil program tersebut mari seruput secangkir kopi. (infomasuk)